Selasa, 05 April 2022

Mengapa Saya Bergabung ke IGI




Sebenarnya saya bukanlah orang yang suka berorganisasi. Dulu waktu sekolah di SMP, SMA sampai kuliah, sama sekali tidak tergerak ikut yang namanya organisasi. Ada beberapa organisasi yang memasukkan nama saya sebagai bagian dari pengurus, namun tidak jalan karena memang dari sayanya yang tidak mau. Bagi saya waktu itu, berorganisasi artinya siap repot dan keluar ongkos sedang saya adalah sulung dari 5 bersaudara yang notabene ongkos diberi pas-pasan oleh orangtua.

Selain itu, dari pengamatan saya dulu, organisasi hanya memberi dampak buruk. Banyak sekali aktivis yang kuliahnya terbengkalai, bahkan sampai tidak lulus kuliah karena berorganisasi. Bagi saya, kuliah adalah nomor satu yang lainnya nomor kesekian. Jika kuliah terbengkalai tentu orangtua akan merasa sedih. Untuk itulah saya tak pernah tergerak untuk ikut organisasi manapun.

Sampai ketika bekerjapun, saya merasa fine saja dengan cara soliter (sendiri). Tahun 2016 saya ikut IGI (Ikatan Guru Indonesia). Awalnya karena diajak teman. Awal sekali di tahun 2016 itu belajar banyak tentang telegram, namun saat itu saya tidak begitu tertarik. Ketertarikan muncul tahun 2019 saat searching di Internet tentang pelatihan yang ada sertifikatnya untuk kenaikan pangkat. Sejak itu jadi rajin mengikuti diklat gratis yang diadakan IGI namun cara soliter tetap tidak berubah. Rajin ikut diklat sendiri, mempelajari banyak hal baru yang berhubungan dengan pendidikan juga sendiri, diterapkan juga di kelas sendiri untuk menjadi pengajar yang lebih baik juga hanya untuk diri sendiri.

Di tahun 2019 saya memberanikan diri ikut Training of Trainer (TOT) untuk beberapa jenis diklat dan workshop. Awalnya merasa “Wow, keren juga ya kalau jadi narasumber!” Banyak pelatihan IGI yang diselenggarakan tingkat pusat maupun daerah yang menyediakan sertifikat jika peserta dinyatakan lulus. Maka gabunglah saya di mentor IGI pusat.

Setelah gabung di pusat, saya jadi berpikir tentang daerah, mengapa tidak gabung juga di tingkat daerah. Sharing ilmu telah membuka mata saya. Setelah direnungkan pendidikan tidak bisa hanya dimajukan sendirian saja. Pendidikan di abad 21 sangat menekankan 4C : Communication, Collaboration, Critical thinking, dan Creativity. Fix, sangat perlu berkolaborasi dan sharing dengan banyak guru di luar sana yang perlu diajak juga untuk menjadi pengajar yang lebih baik. Hal ini sangat sejalan dengan motto IGI, Sharing and growing together yang membuat saya mau diajak gabung sebagai pengurus organisasi, sesuatu yang tidak pernah saya dalami sebelumnya.

Beberapa pelatihan akhirnya mengkoneksi saya dengan beberapa alumni sehingga sampailah saya disini, pengurus IGI kota Palembang. Belajar manajemen dan berorganisasi adalah hal yang baru bagi saya. Di usia 40 saya baru tergerak untuk belajar berorganisasi dan berlatih menjadi pemimpin. Ternyata banyak hal menarik yang saya dapatkan dengan berorganisasi. Mudah-mudahan disini saya bisa bersosialisasi, bersilaturahmi dan juga saling berbagi ilmu.

 

 Oleh : Amalia, M.PFis

Kabid Pelatihan IGI Palembang


0 komentar:

Posting Komentar